Rabu, 25 November 2015

Masisir, Mundzirul Qaum


وما كان المؤمنون لينفرو كافة فلو لا نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذرو قومهم أذا رجعوا اليهم لعلهم يحذرون (التوبة 122)
Dan tidak sepatutnya orang – orang mukmin itu semuanya pergi ke ( medan perang ). Mengapa sebagian dari mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (Q.S At Taubah: 122)
Wisuda Mahasiswa Al Azhar

Sahabat Al Quran yang diridhoi dan dicintai Sang Khaliq, juga sahabat masisir dimanapun anda berada pada  kesempatan ini marilah sama – sama kita tadabburi ayat ini. Dalam kitab li babi-n-Nuqul fii Asbaabil-n-Nuzul. Karya al Imam Abdurrahman bin Abi Bakar As Suyuti beliau menukil dari Abdillah bin Ubaidillah Bin Umair bahwasanya umat muslim  pada  masa awal islam sangat cenderung hatinya untuk pergi berjihad di medan perang, hingga suatu saat ketika Rasulullah mengutus laskar perang untuk berjihad mereka berbondong – bondong mendaftarkan dirinya untuk “berniaga” dengan Sang Khaliq, tapi rupanya hal ini tidak sesuai dengan keadaan kota madinah yang ketika itu hanya menyisakan segelintir muslimin. Maka turunlah ayat ini sebagai pengingat bahwa dalam sebuah konstitusi pemerintahan harus terdapat tawazun atau keseimbangan. Hingga disatu tempat ada yang berpeluh membela panji Islam dengan tombak dan pedang, dilain sisi ada pula “pejuang” lain yang berpeluh dengan pena dan nuskhah – nuskhah sebagai bukti peradaban islam yang berkembang diberbagai bidang.
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, bahwa ayat ini mengandung sebuah perintah langsung agar kaum muslimin tidak hanya focus pada peperangan, harus ada sebuah jamaah yang menuntut ilmu bersama nabi Muhammad SAWuntuk mempelajari dan sekaligus mengajarkan apa yang mereka dapat dari Rasulullah SAW agar umat muslimin dapat secara berkala dapat mendapat pengajaran dan pendidikan islam. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya peran dari pendidikan di zaman Rasul hingga derajatnya disetarakan dengan muslimin yang berjihad di medan perang.
Hal ini mengingatkan kita pada konsep ekspansi islam pada zaman khulafaaur Rasyidin dan pada masa dinasti Umayyah dan Abbasyiah yang tidak pernah memakai istilah ihtilaal  atau isti’mar  yanga secara Bahasa diartikan penjajahan dan penindasan tetapi istilah yang digunakan adalah Futuhaat Islamiyyah. Yaitu system penyebaran nilai – nilai islam dengan menonjolkan perkembangan konsep ketuhanan, keilmuan sekaligus peradaban baru yang rahmatan lil’alamin. Maka tidak heran dalam jangka waktu yang pendek atau sekitar 40 tahun masa khulafaur Rasyidin daerah kekuasaan islam sudah berkembang hingga eropa dan asia timur. Sebuah pencapaian luar biasa dimana islam muncul diantara dua kekuatan besar dunia ketika itu Byzantium Romawi dan Persia.
            Pada dasarnya manusia memiliki sebuah kewajiban untuk bisa mengemban amanah sebagai khalifah dimuka bumi ini. Kewajiban itu adalah beribadah kepada Allah SWT. Hal ini merupakan suatu yang sudah menjadi konsep individu setiap manusia dan bahkan menjadi syarat untuk mewarnai dunia ini. Dan konsep ibadah pun tidak hanya sebatas ibadah qauliyah dan amaliyah saja, makna ibadah ini dapat menjadi luas artinya apabila kita meniatkan kehidupan keseharian dalam bermasyarakat, dalam belajar, dalam melangkah ke majelis ilmu  bahkan ketika ketika kita tidur untuk mengumpulkan kembali tenaga dapat bermakna ibadah jika didasari niat taat pada Allah SWT.

عن أمير المؤمنين أبي حفص رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلي الله عليه وسلم يقول: ( انما الأعمال بالنيات وانما لكل امرئما نوي فمن كانت هجرته الي الله و رسوله فهجرته الى الله و رسوله ومن كانت هجرته الى لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ما هاجر اليه. رواه البخاري و مسلم
Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsh RA: Dia berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya pekerjaan pekerjaan itu dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkana apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijarahnya kepada Allah SWT dan Rasulullah maka hijarahnya kepada Allah dan Rasul-Nya dan barangsiapa niatnya untuk dunia maka dia akan mendapatkannya atau untuk wanita maka ia akan menikahinya. Maka hijrah seseorang kempbali pada niatnya.
            So, sahabat masisir yang diridhoi Allah SWT, konsep ibadah yang sedang bersama kita emban bisa diibaratkan dengan ibadah jihad para Thullabu-l-Ilmy yang bersama Rasul meninggalkan medan perang untuk berpeluh dengan pena dan kitab. Yang mengaji, membaca, berdiskusi, dan menulis untuk sema – sama kaafah  dalam berjuang yaitu menegakkan agama Allah SWT. Niat kuat yang apabila diiringi semangat menuntut ilmu yang tak serat akan membawa setiap manusia kedalam sebuah ranah dimana ia akan berusaha mendapatkan apa yang ia cita – citakan, disinilah hukum Allah SWT yang berkata bahwa barang siapa yang yang berusaha maka ia akan mendapatnya. Seakan menambah motivasi seorang penuntut ilmu Rasulullah pun bersabda: barangsiapa yang berjalan dalam urusan mencari ilmu maka Allah SWT akan memudahkan jalan menuju Surga.

            Sebagai mahasiswa yang telah diamanahi untuk belajar di negeri Kinanah, maka seakan ada tumpuan beban yang harus dipikul diatas setiap pundak masisir yaitu sebagai mundzirul qaum¸ atau Pengingat Kaum yang akan membawa dan mengarahkan umat muslim untuk berada diatas rel. rel yang akan menjadi pijakan umat untuk berjalan diatas jalan yang haq, rel yang akan dijadikan lentera penerang umat. Dengan derasnya dinamika masisir yang dijalani oleh setiap masisir selayaknya kita harus selalu sadar bahwa setiap kita adalah Rasul (utusan) dalam menuntut ilmu di negeri Mesir dan suatu saat akan tiba saatnya semua itu akan dipertanggungjawabkan di tengah masyarakat yaitu untuk mengamalkan apa yang telah kita pelajari hingga tiba saatnya ilmu kita akan dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT. So, selalu perbaharui niat ya!(ibnuidris).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar