Sabtu, 20 Agustus 2016

Perantara Dan Tujuan


                Dalam ilmu ekonomi ada istilah yang sangat menentukan tingginya omset suatu kegiatan jual beli, istilah itu kita kenal dengan marketing. Dewa Eka Prayoga, seorang entrepreneur muda berasal dari kota Kembang yang  sukses mengembangkan berbagai  bisnisnya dalam sebuah seminar berkata: “apakah yang paling menentukan suksesnya suatu bisnis, banyaknya pelanggan atau baiknya pelayanan?”, Secara serempak dan senada hadirin (termasuk penulis) bersorak banyaknya pelanggan. Tidak ada yang salah dengan jawaban hadirin, karena memang barometer kesuksesan jalannya usaha memang dari kuantitas pelanggan yang hadir dan membeli barang jualan. Tapi apakah hal itu yang paling utama dalam bisnis? Apakah hanya sekedar penjual yang membuka lapak jualan lantas serta merta pembeli datang dan keuntungan datang begitu saja?. Pemuda yang akrab disapa Mas Dewa ini pun menegaskan, bahwa hal yang paling menentukan kelangsungan dan kelancaran bisnis adalah baiknya pelayanan. Dengan baiknya pelayanan maka dipastikan pelanggan akan datang, begitupun sebaliknya. Maka pelayanan dan ilmu-ilmu lainnya sebut saja: Marketing, branding, selling dan lain sebagainya merupakan kunci perantara lancarnya bisnis. Jika proses –perantara- yang dilakukan sesuai dan sejalan dengan tujuan, maka jalan kemanapun akan mudah untuk dilalui.
                Sudah menjadi syarat yang tidak dapat dipisahkan bagi seorang tholibul ilmy untuk bersungguh-sungguh, fokus, dan konsentrasi dalam menuntut ilmu. Dalam kitab Ta’lim Muta’allim Syeikh Abu Thoyyib berkata : على قدر اهل العزم تأتى العزائم – وتأتى على قدر الكرام المكارم  . Proses panjang seorang penuntut ilmu memang membutuhkan waktu, tenaga dan fikiran yang tidak sedikit. Macam-macam jenis ujian seorang penuntut ilmu pun silih berganti datang. Dimulai dari ujian kehidupan yang datang tidak kenal waktu, hingga ujian yang telah ditentukan oleh masing-masing instansi pendidikan yang pasti menuntut keseriusan dan ketekunan. Tapi, terkadang sebagian tholibul ilmy sering terlena akan hakikat dari perjalanan panjang  menuntut ilmu. Hilang arah dalam menentukan perantara dan tujuan sehingga  menjadikan hal-hal yang hakikatnya perantara dikedepankan menjadi tujuan, sehingga tujuan utama yang seharusnya terus digenggam hilang entah kemana. Dalam ilmu hakikat (tashawuf) dijelaskan bahwa hakikat utama dari seorang saalik adalah Tuhan, jika dalam proses mencapai hakikat ternodai oleh kepentingan sesaat maka dipastikan tujuan utama tak akan tercapai.
                Masa – masa ujian yang akan berlangsung akhir ini selayaknya menjadi lampu kuning bagi setiap penuntut ilmu, agar mempersiapkan segalanya, tidak hanya fisik ekstra namun juga hal yang lebih esensial lagi yaitu prinsip untuk menjadikan ujian sebagai perantara yang akan membawa pada ridho Allah SWT. والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا (العنكبوت 69) . Dengan menjadikan ujian sebagai perantara pada ilmu, telah menerangi jalan seorang penuntut ilmu. Karena pada dasarnya ujian diadakan dengan tujuan untuk mematenkan dan melihat perkembangan kadar keilmuan seseorang.
Tidak selayaknya seorang penuntut ilmu menjadikan ujian sebagai tolak ukur dari keberhasilan. Sering kita mendengar pepatah bahasa arab:  بالامتحان يكرم المزؤ او يهان “dengan ujian seorang manusia bisa mulia, dan juga bisa terhina.“ Dikatakan mulia apabila manusia mampu menjadikan ujian sebagai sarana pengembangan diri untuk bisa lebih baik lagi untuk memahami ilmu, dan dikatakan terhina apabila ia menjadikan ujian itu sendiri sebagai tujuan dari belajar. Sehingga hilanglah hakikat dari ilmu dari dalam dirinya. Jika sikap dalam memandang ujian masih terletak pada ujiannya, seorang manusia bisa terjebak pada dilema menyesatkan yang menggiring pada kesalahan yang menerus snowball effect. Jika pada awalnya hanya menjadikan ujian sebagai patokan, maka esok akan melihat ilmu dari sekumpulan text yang tidak berbuah pada penerapan di dalam kehidupan. Wal’iyyadz billah min ‘ilmin bila ‘amal.
                Setelah memahani hakikat ujian, maka hakikat ilmu akan sedikit jelas. Karena ujian adalah perantara, layaknya marketing dalam ilmu ekonomi yang memerlukan keseriusan, kesabaran dan ketelatenan untuk mencapai pencapaian maksimal dalam omset. Ujian pun perlu dihadapi dengan seluruh jiwa dan raga dengan tanpa melupakan esensi utama dari ujian, yaitu perantara menuju tujuan utama yaitu menghasilkan ilmu yang bermanfaat dengan ridho Allah sebagai patokannya.خير الناس انفعهم للناس (Ibnuidris)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar