Rasululullah SAW bersabda,
sesungguhnya perumpamaan ulama dimuka bumi laksana bintang – bintang yang ada
dilangit yang menerangi gelapnya bumi dan lautan. Apabila cahayanya padam maka jalan akan kabur. (H.R Ahmad). Indonesia
adalah tanah sejarah, Indonesia adalah tanah islam dan Indonesia adalah tanah
ulama. Salah satu ciri khas dari penyebaran islam di Indonesia adalah jalur
penyebarannya yang berbeda dari mayoritas tanah timur tengah yang diperkenalkan
lewat ekspansi era Khulafaur Rasyidin yang dilanjutkan beberapa dinasti
kerajaan Islamselanjutnya. Islam masuk dan menyebar ke Indonesia melalui jalur
perdagangan tanpa senjata tanpa paksaan. Hal ini membuka celah tersebarnya
islam ke tanah Nusantara dengan pesat. Islam yang rahmah dan tasamuhnya dapat
dengan mudah memikat hati rakyat Indonesia ketika itu untuk mendalami islam
lebih dalam. Beberapa pemuda pun diutus mendalami ajaran Islam ditanah rantau.
Ahmad Khatib bin Abdul Latif
al-Minangkabawi
adalah salah satunya, ulama kharismatik asal ranah Minangkabau yang mengawali awal – awal langkah ulama Indonesia
berguru islam langsung di tanah suci. Ahmad Khatib kecil dilahirkan di Koto
Tuo, kenagarian Balai Gurah, Kec. Ampek Angkek Candung, Kab. Agam, Prov.
Sumatera Barat pada hari Senin 6 Dzul Hijjah 1276 H bertepatan dengan 26 Mei
1860 M dan wafat di Mekkah, pada hari Senin 8 Jumadi Awal 1334 H (1916 M). Secara
garis keturunan Ahmad Khatib Al Minangkabawi mewarisi darah ulama.dari kakeknya dan dalam riwayat lain
buyutnya yang bernama Abdullah. Beliau merupakan imam dan khatib di Kota Gadang,
sehingga nama Khatib telah melekat pada namanya hingga keturunannya dinasabkan
padanya. Ayahnya dikenal dengan nama Abdul
Lathif, seorang sholeh yang membentuk Ahmad Khatib kecil menjadi bakal ulama
besar di zamannya. Dari tangan sang Ayahlah
Ahmad Khatib tumbuh menjadi remaja sholeh dengan bekal Ulum Mabadi dan
hafalan beberapa juz Al Quran. Selain mendapatkan pendidikan dasar agama yang
baik Ahmad Khatib kecil mengenyam
pendidikan formal di Kweek Scholl dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun
1871 M.
Hijrah
Sudah menjadi adat yang melekat
pada pemuda Ranah Minangkabau untuk hijrah, dalam pepatah ulama dikutip.
“Pergilah dan merantaulah maka akan kau temukan pengganti dari yang kau
tinggalkan”. Selepas menamatkan sekolah rakyat, dan dirasa telah memiliki cukup
bekal ilmu sang Ayah membimbing anaknya untuk sampai ke Tanah Suci Mekah untuk
menunaikan ibadah haji, setelah rangkaian ibadah haji ditunaikan. Setelah rangkaian
ibadah haji selesai ditunaikan, sang Ayah kembali ke tanah air sementara Ahmad
Khatib menetap di Mekah untuk menuntaskan hafalan al Qurannya dan menimba ilmu pada ulama – ulama terkemuka
disana khusunya yang berada dekat dengan Masjidil Haram.
Diantara guru – guru Syeikh Ahmad Khatib adalah: Sayyid ‘Umar bin
Muhammad bin Mahmud Syatha Al Makki Asy Syafi’I, Sayyid ‘Utsman bin Muhammad
Syatha Al Makki Asy Syafi’I, Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul ‘Abidin Syatha Ad
Dimyathi Al Makki Asy Syafi’i penulis I’anatuth Thalibin, Sayyid Ahmad bin Zaini
Dahlan (wafat 1304) –mufti Madzhab Syafi’i di Mekah, Yahya Al Qalyubi, Muhammad
Shalih Al Kurdi yang merupakan mertua dari syeikh Ahmad Khatib.
Sebagai penuntut ilmu, beliau
merupakan teladan yang patut dijadikan qudwah hasanah. Syeikh Umar Abdul
Jabbar menuturkan dalam Siyar wa Tarajim Hal 38-39, “Ia adalah santri
teladan dalam semangat, kesungguhan, dan ketekunan dalam menuntut ilmu serta
bermudzakarah malam dan siang dalam pelbagai disiplin ilmu. Karena semangat dan
ketekunannya dalam muthala’ah dalam ilmu pasti seperti matematika (ilmu
hitung), aljabar, perbandingan, tehnik (handasah), haiat, pembagian waris, ilmu
miqat, ia dapat menulis buku dalam disiplin ilmu-ilmu itu tanpa mempelajarinya
dari guru”.
Dalam hal fiqh beliau merupakan ulama terkemuka
di Mekah dalam madzhab Syafi’ie. Banyak karangannya membahas tentang Fiqh
Madzhab Syafi’e. tidak sampai disitu, satu hal lagi yang membanggakan umat
islam nusantara. Beliau merupakan pemuda Indonesia pertama yang di daulat menjadi imam Masjidil Haram.
Ada beberapa riwayat yang menyebutkan perihal diangkatnya beliau menjadi Imam,
diantaranya adalah: Riwayat dari Syeikh Umar Abdul jabar yang menuturkan bahwa
Syeikh Ahmad Khatib diangkat berdasarkan usul dari sang mertua Syeikh Sholih
Kurdi kepada imam Masjidil Haram ketika itu Syeikh Syarif Aurur Rofiq. Agar
sang menantu bisa menjadi imam di Masjidil Haram karena dinilai pantas dari
wacana ilmu yang dikuasai. Sementara riwayat kedua datang dari Haji Abdul Malik
Karim Amrullah yang lebih dikenal dengan Buya Hamka yang menyebutkan bahwa
ketika Syeikh Syarif Aunur Rofiq mengimami jamaah di Masjidil Haram hingga pada
suatu ayat ada kesalahan dalam pembacaanya, dan ketika itu Syeikh Ahmad Khatib
langsung meng-ishlah. Maka sejak saat itulah Syeikh Ahmad Khatib resmi
diangkat menjadi Imam masjidil Haram.
Kitab Putih dan Kuning
Selain ahli dalam bidang agama
yang meliputi Fiqh, Theologi, Sejarah dan mawaris, satu hal yang patut dicontoh dari beliau adalah
kegemarannya mendalami ilmu Alam. Banyak karya fenomenal lahir dari buah
pemikirannya. Salah satunya dari bidang geometri dan trigonometri yang berfungsi untuk memprediksi dan menentukan arah kiblat,
serta berfungsi untuk mengetahui rotasi bumi dan membuat kompas yang berguna
saat berlayar. Kajian dalam bidang geometri ini tertuang dalam karyanya yang
bertajuk Raudat al-Hussab dan Alam
al-Hussab. Selain itu syeikh Ahmad Khatib pun piawai dalam bidang matematik
dan al jabar. Karya – karya beliau termaktub dalam manuskrip berbahasa arab dan
melayu dalam huruf hijaiyyah.
Gagasan – Gagasan.
Sebagai seorang alim yang
berdarah Indonesia, beliau menaruh banyak perhatian pada perkembangan tanah
air. Beberapa gagasan hadir dari Syeikh Ahmad Khatib. Diantaranya gagasan
beliau yang ingin merubah adat dari suku
minangkabau dalam hal mawaris (warisan) beliau menolak system yang dianut oleh
adat Minangkabau yang menganut system Matrilinieal ( suatu adat masyarakat yang
mengatur alur / garis keturunan berasal dari pihak ibu. Menurut adat
Minangkabau harta warisan diwariskan kepada keluarga yang bergaris pada
keturunan ibu, dan harta warisan tidak dimiliki secara pribadi melainkan secara
kolektif sementara anak dari ayah atau ibu yang ditinggal hanya mendapatkan sebagian
kecil dari hasil sebagai upah dari keterkibatan mereka .
Hal ini bertolak belakang dengan
hukum waris yang berlaku dalam ajaran islam yang membagi warisan dengan ketentuan anak laki laki mendapatkan
dua bagaian dari anak perempuan. Pengetahuan agama yang didapatkan Syeikh Ahmad
Khatib telah membentuk kepribadiannya yang tegas terhadap adat istiadat
Minangkabau yang menyalahi aturan Islam. Segala bentuk gagasan beliau tentang
harta pusaka beliau abadikan di dalam Al Da’I al Masmu’ Fi radd ‘alaa
Yuwarritsu –ikhwah wa akhwat ma’a wujud
al Ushul Wal Furu’.
Gagasan lain yang banyak menjadi
buah bibir adalah sikap tegasnya pada Thariqat Naqshabandiyah yang dinilainya
telah keluar dari jalur Tauhid yang sesungguhnya. Ia menilai thariqat ini telah
banyak melewati batasan – batasan yang harus dijaga oleh setiap muslim. Sontak
hal ini banyak ditentang oleh penganut Thariqat Naqsyabandiyah yang banyak
memiliki pengikut di Nusantara. Namun karena dasar dari ilmu yang dimiliki dan
pengaruhnya pada banyak ulama tanah air gagasan ini banyak diterima oleh umat.
Murid
Selain produktif dalam karangan – karangan, Syeikh
Ahmad Khatib juga berhasil membentuk pribadi – pribadi cendikia yang mewarnai
nusantara. Pribadinya yang kharismatik dengan wawasan keilmuan yang tidak
diragukan, dijadikan imam bagi para pemuda Nusantara untuk mengikuti jejak
beliau berdakwah di tanah air. Diantara murid beliau yang muncul sebagai
pembaharu adalah :Tuan Haji Muhammad Nur, Mufti Kerajaan Langkat, Tuan Syeikh
Hasan Masum, Imam Paduka Tuan dan Mufti Kerajaan Deli ketiganya berasala dari
Aceh dan Sumatera Utara, selanjutnya adalah ulama Kharismatik dari ranah Minang
Haji Abdul Karim bin Amrullah ayah dari Buya Hamka pengarang Tafsir Al Azhar,
tidak ketinggalan pendiri organisasi islam terbesar di Indonesia Nahdhotul
Ulama K.H Hasyim Asyari, dan pendiri Muhammadiyyah, Muhammad Darwis atau lebih
dikenal dengan Ahmad Dahlan bin Abu Bakar bin Sulaiman merupakan murid dari
Syeikh Ahmad Khatib, selanjutnya Ustadz Abdul Halim dari Majalengka –pendiri
jam’iyyah I’anatul Muta’allimin yang bekerja sama dengan Jam’iyyah Khairiyyah
dan AL Irsyad, dan Syeikh Abdurrahmah Shiddiq bin Muhammad ‘Afif Al banjari,
Mufti kerjaan Indragiri.
Perjalan hidup Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawy
telah mencerminkan sikap dan sifat seorang ulama bangsa Indonesia yang zuhud dan
cinta pada Ilmu, bangsa, dan agama,ditambah dengan pendirian tegas kepada hal –
hal yang menyimpang dari ajaran islam. Hal inilah yang menjadikannya tetap
dikenang oleh semua thullabul ‘Ilmy. Sosoknya sebagai seorang muta’allim yang hidup di tanah rantau bisa dibilang lengkap dari sisi akademis.
karena selain beliau aktif mendalami ilmu agama,beliau dapat menguasai ilmu
dunia yang dapat dipraktekan menerangi dunia dari kejumudan dengan turut andil
dalam pengembangan ilmu al jabar, matematika, dan geometri. Selain itu
pendiriannya yang tegas dalam syariat juga memunculkan sifat hakiki seorang
penuntut ilmu yang amar ma’ruf nahiy munkar, karena akan banyak
tantangan dalam berdakwah. Bukti eksistensi keilmuan Syiekh Ahmad Khatib yang
lain adalah datangnya pemuda – pemuda Indonesia kepadanya untuk berguru
kepadanya, yang kelak akan menjadi pelopr pergerakan islam di Indonesia. (ibnuidris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar