Minggu, 27 November 2016

Dia Ingin "Ghaddul Bashar"

Dia tarik kacamataku, sekilas tampak lucu. Namun segera kuingatkan "jangan dipakai, bisa-bisa matamu pun ikut rusak!" tegasku. Dia senyum seraya berkata "aku juga min kok, min dua malah" Dengan setengah kaget kuambil kacamata min 1,75 itu darinya. "ku ingin ghaddul bashar" tambahnya.

Membatin kudibuatnya, jamuan kwetiau hangat hanya menjadi penyedap malam itu. Bagiku dia dihadapku sekarang lebih sedap dan menarik dibanding kwetiau malam itu. Malam berlalu dengan obrolan ringan menyenangkan. Sambil memandang langit malam kairo, keindahannya adalah salah satu alasanku mengapa ku menggunakan alat bantu penglihatan ini. Bukan hanya langit sebenarnya, Kairo dan seisinya sangat indah, jika mungkin ingin kusimpan gambar-gambar kota ini rapat-rapat dalam memori sehingga nanti kalau ku pulang, tak perlu lagi ku rindu.

Naif memang, ya memang hidup ini memang naif. Banyak menggunakan alasan baik tuk tutupi kesalahan. Tak perlu kusalahkan mata yang terbang kesana kemari mencari mangsa, atau  potongan kaca berlensa itu, apalagi dia yang katanya ingin ghaddul bashar hem...tak mungkin!. Apadaya, mungkin hati yang masih tak mampu mengurung diri. Dia masih suka berlari, bermain, dengan dunia. Terdetik ingin ku ikuti para guru, tak sedikit dari guru ku yang buta, bukan tak mampu membeli kacamata, atau sekedar operasi agar penglihatannya kembali. Lebih dari itu guruku meninggalkan mata dunia untuk mata air surga yang abadi. Indahnya. kairo112716



  

Sabtu, 26 November 2016

Namanya Kholil..


Tak ingin ia jauh dari Al Quran, Begitulah kumenilainya, tak hanya dirinya. Orang-orang sezamannya bahkan telah mendapat lisensi bagian dari umat terbaik karena zaman hidupnya tak begitu jauh dari Baginda Rasul. Mereka menyebutnya zaman tabi'in.

Baginya dan orang-orang dizamannya Al Quran harus dibela. ya perlu dibela, dibantu dan diperjuangkan. Tapi tentunya dengan cinta, Cinta ini tidak semata-mata tumbuh, Mereka cinta pada Allah SWT, dan cinta pada Rasulullah, maka dari itu mereka juga mencintai Al Quran. Cara mereka mencintai pun unik, tak seperti kebanyakan saudara-saudaraku sekarang, mereka cinta pada huruf al Quran, mereka cinta pada kata Al Quran, dan mereka juga cinta pada untaian kalimat yang terkandung dalam Al Quran.Ya, mereka cinta Ilmu dan segala yang terdapat dalam Al Quran.

Namanya Kholil.. ia orang besar, namun tak merasa besar. Dikatakan bahwa murid-muridnya makan dari ilmunya. namun ia rela hidup dalam kezuhudan. Seperti orang-orang dizamannya, ia pun mencintai al Quran. Bahkan hidupnya telah disumbangkan untuk Al Quran, kau tak percaya? Kholil memiliki sejumlah Intelectual Properti sebagai bentuk jasanya pada Al Quran.

Ia cinta setiap huruf dalam Al Quran, maka ia cetuskan sebuah ilmu Makharijul Huruf. Dari ilmu itu kita bisa tahu bagaimana melafalkan huruf demi huruf sesuai dengan lisan orang Arab. Ia cinta kata-kata dalam Al Quran, namun ia takut umat islam tak memahami kata-perkata dalam Al Quran, maka ia buat sebuah Kamus, karya fenomenal kakek dari kamus-kamus sekarang ini ia beri nama Al 'Ain, tak sampai disitu, ia cinta pula pada untaian kalimat yang terdapat dalam Al Quran, maka ia ajarkan kaidah-kaidah tata bahasa arab pada muridnya yang termasyhur, Sibawaih. dari tangan Sibawaih lahir sebuah kitab yang dinamai Al Kitab yang berisi kaidah-kaidah  tata bahasa arab.

Kholil terus berinovasi, ia baca kembali Al Quran lagi dan lagi, Ia amati keadaan umat islam dahulu semakin berkembang, tanah demi tanah diduduki, suku, ras dan agama semakin bercampur selaras dengan berkembangnya kekuasaan islam ketika itu. Ia takut akan banyak orang-orang tidak memahami maksud Al Quran dengan baik, karena semakin pudar kaidah-kaidah bahasa arab dengan bercampurnya budaya dan bahasa.  kembali ia berfikir, bagaimana cara agar bahasa arab sebagai bahasa Al Quran tetap dipahami sesuai dengan maksud dan tujuannya. Ya, Syi'ir adalah jawabannya. Dari Syi'ir Bangsa Arab akan dapat difahami maksud dari lisan seorang Arab, dari Syi'ir pula dapat difahami peradaban dan kondisi sosial Bangsa Arab ketika masa turunnya Al Quran.

Dari sinilah ia berfikir harus menjaga Syi'ir dari kesalahan dan kealfaan penyair masanya. karena semakin jauh periode turunnya Al Quran, semakin banyak pula ia menemukan kesalahan dalam pelafalan kaidah Syi'ir. Maka lahirlah dari buah fikirnya ilmu yang disebut Arudh. Berkat ilmu ini kita bisa menilai yang mana syi'ir yang benar dan yang salah, dan lebih jauh lagi dari ilmu ini pula dapat kita simpulkan sebuah pernyataan bahwa Al Quran bukanlah Syi'ir.

Terimakasih Kholil, semoga segala jerih payahmu Allah balas. Amien