Sabtu, 24 Maret 2018

Dan

Sudah hampir lima tahun Dan, rasa yg sama-sama kita pupuk ini juga mulai dewasa. Mungkin rasamu pikirku, tidak rasaku, seperti yg kau bilang, cinta yg ada padaku tidak pernah berbuah manis, aku selalu saja meminta hal yg menurutmu tidak penting, tidak substansial. Apa salahnya seorang yang berharap kasih di setiap waktu dari kekesihnya? pertanyaan itu yang selalu hinggap dalam otak ku saat dia menolak meng-iya-kan mau ku.

Aku mencatatnya Dan, bagiku memori awal kau menyatakan ingin bersamaku adalah sebuah titik baru dlm hidupku. Sejak saat itu aku cukupkan diri, aku persempit diri, dan meluaskan segala ku untukmu. Ku yakin kau masih ingat, pada awalnya  ayah, ibu dan semua keluargaku tak dapat menerimamu.

Tapi ku percaya pada dirimu, dan seperti yg ku yakini kau tidak pernah menyia-nyiakan kepercayaan itu. Kau berusaha, kau bertekad, hingga kau berprestasi. Bagi keluargaku itu cukup untuk menerimamu, paling tidak hanya untuk menemui putri mereka berkunjung saat waktu lengang.

Tapi, kau kenal aku Dan, aku selalu ingin rasa ini terjaga, mudah katamu, percaya dan percaya padamu. Naif ku fikir. Kau tetap harus berkata sayang, cinta, berpuisi, membuat lirik dan menyanyikan lagu-lagu itu untukku. Aku selalu ingin sebuah simbol dari cinta yg entah kau selalu simpan atau tidak.

Lima tahun sejak saat itu, kadang kau mengalah dan membuat beberapa bait puisi, menyanyikan barang beberapa lirik lagu kesukaanku. Tak jarang juga kau ketus dan berkata, "Tasya, haruskah seperti ini? Tidak cukup aku yg selalu ada untukmu, memikirkanmu dan memastikan kesehatanmu," lalu kau pergi diantara rongga-rongga sinar malam kota Hujan.

Puncaknya Sabtu lalu, ku tahu kau lelah, siang kau harus menyelesaikan tugas dari dosen membina para mahasiswa junior. Malam itu hujan -seperti biasa-, dari jauh sana aku menghubungimu, memintamu berpuisi satu atau dua bait untuk menghangatkan malam, mungkin kau lelah dan ku yg mengada-ada.

 "Sampai kapan yang kamu anggap cinta ini akan terus kau pegang? Puisi, kata sayang, cinta dan lainnya tidak pernah bisa mewakili semua rasaku padamu. Mengapa kau selalu saja memaksaku menunjukan rasa yang selalu hanya ingin sendiri ku jaga? Tasya, cinta yg baik adalah yg hadir dalam membutuhkan, di malam gelap itu kau tahu aku erat menggenggam tanganmu,  apa perlu ke bekap juga tanganmu di siang panas yang menyebalkan ? Kita selalu ingin tumbuh, tapi nampaknya kamu ingin tumbuh dengan caramu."

Deras hujan diluar seakan menderasi ubun-ubunku. Begitu derasnya, hingga ku dibuat pening olehnya. Ramdan selalu anti cinta yang simbolik, baginya semua harus ada tujuan, dia akan menggenggam tanganku saat memang suasana ramai, atau hening sama sekali. Dia selalu takut ada yang menyakitiku. Dia tidak menyukai puisi, bibirnya selalu kelu saat mencoba melafalkan puisi yang ia catut dari jejaring sosial, tak apa, aku hargai. Ia juga tidak suka menyanyi lagu romantis kesukaanku, baginya lagu-lagu itu seperti kata-kata dari planet asing, tak bisa difahami.

Sebaliknya Ramdhan selalu suka hal sederhana, makan hanya dengan telur mata sapi setiap pagi, dengan kopi hitam disisi. Cintanya simpel dan membosankan, kalau tidak dipinta kata sayang tak akan keluar dari mulutnya. Kalau tidak ku dekap dia selalu jalan jauh dari langkahku, kita sedang jalan Dan!,

Kau tahu aku, mendampingi seorang Ramdhan tidak pernah menjadi impianku, ia hanya hadir dan aku merasakan kenyamanan. Walau dengan setengah hati Dan -begitu ku memanggilnya- berbuat suatu hal untukku, itu cukup. Aku hanya ingin semua tahu, aku bahagia, aku bersyukur memilikinya.

Ya kau tutup telfon setelah itu, hujan pun mulai reda, tapi awan hitam masih bergelantungan menggambarkan lekuk wajahmu yang selalu tergambar di langit-langit kamar. Ditambah lagi nada suaramu kali ini berbeda, apa yang kamu fikirkan Dan? Atau apa yang kufikirkan?
-----
_untuk Tasya_
Menjadi Dan-nya Tasya ternyata tak semudah yang ku kira. Lima tahun kita telah lalui ruang dan waktu. Selalu ku sempatkan menjadi yang kau harapkan. Aku hitam dan kau putih, selalu ada perbedaan diantara kita. Aku menyukainya juga memahaminya.
Tasya, tidak ada yang salah dengan apa yang kita lalui selama ini, semua tidak hadir sia-sia, bahkan berwarna dan bermakna. Hanya waktu terlalu jelas memperlihatkan padaku bahwa kita memang tidak pernah ditakdirkan bersama.  Jadi Tasya, esok kamu bisa melakukan semuanya dan semaunya, aku pamit melanjutkan studi ke tanah lain. Tasya, kamu akan menemukan yang lebih baik dari ku.