Memasuki tahun yang baru ditambah tahun kedatangan mahasiswa baru pasti bakalan buat
sebagian mahasiswa Indonesia di Kairo
sedikit sibuk. dari KPP Maba yang berjasa persiapkan berkas bakal adek-adek masuk DL, atau PPMI dan lainnya yang siapkan agenda-agenda untuk menyambut mahasiswa baru. Ya, saya sedikit mengesampingkan buat kaum rebahan -seperti saya- ya, karena harus
kita syukuri juga karena ke-eksistensi-an kaum kami dalam berselancar di atas ombak pantai Kapuk, bakalan membuat instansi-instansi di Masisir
bakalan putar otak untuk meramu acara-acara dengan satu tujuan: membangunkan “kaum
rebahan” dari mimpi panjang demi mengikuti acara-acara mereka. Apa mau dikata,
mereka yang sudah memiliki acuan, target dan perhitungan masa depan tentu bukan
sasaran dari akhi dan ukhti aktivis-aktivis itu hehe.
Ok, jujur saya sudah lama ga nulis lagi jadi agak kaku memang. Bukan sok
sibuk, tapi pepatah yang berkata “penulis yang baik hadir dari pembaca yang
baik”, intinya saya khilaf, kurang menjadi pembaca yang baik di hari-hari yang
lalu. Dan hari ini, iman menulis saya lagi naik untuk menulis, jadi saya
manfaatkan saja. Di tulisan ini saya cuma ingin berbagi tentang hal yang sebenarnya
cukup malas saya ungkap, karena takutnya jika saya mengungkap ini lebih besar
dari kesiapan saya menjadi senior bagi ratusan bahkan ribuan orang yang
terinspirasi dari tulisan saya nanti. Menjadi senior buat seorang Hudaili Abdul Hamid aja
kadang sudah ripuh.
Alasan lainnya yang juga melandasi tulisan saya ini adalah pertanyaan dari
salah seorang putri Pimpinan pondok saat me-reply status WA saya yang
menuliskan: “semoga ini adalah kerneh (Kartu tanda
mahasiswa) tahun terakhir, amin.” Yaps,
beliau menanyakan apakah tahun ini mahasiswa Indonesia banyak yang masuk fakultas
saya, Fakultas Studi Islam dan Bahasa Arab? Sejenak saya berfikir mengapa
beliau menanyakan itu, apakah benar fakultas yang saya geluti ini se-begitu
sedikit peminatnya ya, sehingga nampak mengenaskan di hadapan anak Ushul sama Syariah.
Ya sudah, mari kita bahas deh satu-satu ya, biar adik-adik mahasiswa baru bisa
sedikit memiliki alasan untuk murtad dari pilihannya, alias tahwil.
Tidak sampai di situ, alasan
lainnya saya juga melihat banyak yang memang belum mengenal fakultas lebih
dalam ini. Dan juga gencarnya sindrom “Dirasatpfhobia” oleh para senior-senior
kurang kerjaan yang menghasut kawan-kawan untuk mengambil fakultas yang Cuma
tidur bangun-bangun tahu-tahu udah Lc, Fakultas Tafsir misalnya, hehe. Makanya
saya sih ngangguk-ngangguk aja waktu Kak Zaki Arrasyid bilang, “kalau tahu ada
fakultas Dirasaat, saya bakal masuk fakultas itu.” Sambil membatin, “orang
sekeren antum aja bisa kena sindrom itu, apalagi maba-maba cupu yang belum bisa
bedain mana mubtada’ sama khobar, kan?”
Sebelum saya lebih dalam ke pembahasan kenapa kalian sebaiknya observasi
tentang fakultas-fakultas yang mungkin bisa diambil di Al Azhar, baiknya saya perkenalkan secara singkat
tentang fakultas ini. Sesuai namanya, fakultas ini akan mengajarkan hampir semua materi-materi keilmuan islam. Dari tata kebahasaan, materi-materi
umum seperti: Nahwu, shorf, balaghoh dan adab akan kalian jumpai setiap
tahunnya. Juga dari materi syariah ada: fikih mazhab dan ushul fikih, dan
materi ushuludin kalian juga bakal menemukan: Tauhid, tafsir dan hadis. Jadi
kesimpulannya dalam empat tahun kalian akan menemukan meteri-materi itu akan
menghiasi meja belajar, jadi ga bakalan ada alasan buat kalian “ga suka nahwu
sorf” atau “ga suka ngafal riwayat hadis.”
Tempat perkuliahan yaitu di
bilangan district 6, Nasr City, sebuah komplek perkuliahan yang lebih modern
dari komplek yang ada di kawasan Darrosah. Pemandangan dan kondisi gedung
perkuliahan juga menurut saya lebih kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.
Dan tentunya tulisan ini bukan buat kaum rebahan ya, karena walaupun tinggal
atas maktabah Andalus, alias rumahnya kawan saya Anizul, kalau memang udah ga
niat belajar mah ga akan sampai ke kampus kakinya. Saat rehat sholat Zuhur anda
bisa seruput kopi atau teh, dan untuk yang belum sarapan ada banyak varian menu
yang bisa dicoba. Saya rekomendasiin Qumbulah Baladi, soalnya murah,
banyak lagi. Jadi ga ada alasan ya untuk
mager kuliah, Dekan baru DR Iwadh Ismail, di awal-awal termin satu pernah
keliling kelas dan bilang “Ga ada yang bisa buat kalian kuliah kecuali karena
cinta pada dosen-dosen dan kampus kalian ini.” Nah kalau dasarnya udah cinta
mah semua dilakuin kan, dasar bucin klen.
Saya kira cukup perkenalan
tentang kampusnya, kalau memang tertarik nanti di akhir saya akan sertakan link
buat dalil tholib, semacam modul bagi mahasiswa dirasat. Pertama, fakultas saya ini tidak
cocok bagi yang telah memiliki kemampuan dasar yang cukup mumpuni sewaktu
belajar di tanah air dan telah menentukan spesialisasinya semenjak di
Indonesia. Hal ini dikarenakan fakultas saya ini akan “mengulang”
sebagian besar pelajaran-pelajaran yang telah diajarkan di pondok dulu. Saya
tidak mengkhususkan pondok modern atau salaf, atau modern-salaf ya, karena saya
menganggap dari sisi keuniversalan pengajaran dan materi yang diajarkan, alumni
kedua jenis pesantren di Indonesia ini cukup memiliki kans yang besar
berprestasi di Universitas Al Azhar.
Sebaliknya, bagi yang masih memiliki keinginan untuk mengulangi
pelajaran-pelajaran di Pondok plus mendapatkan feel yang berbeda dengan
referensi dan guru pengajar khas Al Azhar anda bisa mencoba fakultas ini.
Jangan khawatir anda tidak akan menemui pengkhususan jalur, karena di strata
magister nanti anda bisa memilih akan memasuki dunia keilmuan manapun yang anda
minati. Walau terkadang ada yang nyinyir dari kawan-kawan fakultas lain tentang
keumuman fakultasnya, jawab aja, “bicit li, kiliih iji jiring-jiring piki
ngiciin iring” (bacot lu, kuliah aja jarang-jarang, pake ngecein orang).
Selanjutnya faktor sosial
mungkin bisa menjadi landasan terpenting. Kawan saya, Bayanillah pernah
mengungkapkan sesuatu kalau gak salah kata-katanya seperti ini: “kyai saya
minta untuk mendalami tafsir di Al Azhar. Tapi saya seneng banget sama ilmu
alat macam nahwu dan shorf. Setelah saya timbang-timbang saya ambil aja
fakultas ini ada semua.” Atau misalkan anda termasuk yang da’i
oriented, yang melihat sosok ust Abdul Shomad sebagai role modele azhari
sejati, yang mampu menjawab berbagai problematika umat yang bejibun,
baik, akidah, ibadah, hingga muamalah, mungkin fakultas ini adalah jawabannya.
Jujur, dari pengalaman senior yang sudah menapaki jalan dakwah, umat nampaknya
tidak akan menanyakan apa yang anda perdalami di al Azhar, atau apa
spesialisasi anda, yang penting adalah anda harus bisa menjawab masalah mereka.
Poin ini sedikit saya perpanjang
ya, dengan ke-universalan materi yang dipelajari di fakultas ini, sudut pandang
mahasiswanya juga seharusnya akan lebih luas. Mereka tidak menganggap rendah
satu ilmu dengan yang lainnya. Karena pada kenyataannya semua saling berkaitan.
Dan bisa membuat anda rasib. Misalnya saja, tafsir. Ilmu ini merupakan
ujung dari banyak ilmu seperti ilmu asbab nuzul, makki madani dan ilmu-ilmu Al
Quran lainnya. Sekaligus juga menjadi landasan bagi banyak ilmu seperti Ushul
Fiqh dan fiqh. Mungkin tidak heran dalam sebuah acara IKPM di Aula Kemass
(sebuah aula milik mahasiswa asal Sumatera Selatan) Bapak Usman Syihab,
Atdikbud KBRI Kairo mengatakan, “Kalian perlu untuk menekuni spesialisasi (takhossus),
maka dari itu minimalisir pengajian di luar perkuliahan. Dan untuk tambahan
kalian bisa mengambilnya di Masjid Al Azhar. Kecuali kalian mengambil
jurusan Dirasaat Islamiyyah.”
Tidak sampai di sana, dengan keluasan dan keluwesan fakultas ini, kalian
mungkin untuk menelaah berbagai literatur tanpa perlu mengernyitkan dahi akibat
tidak memahami istilah-istilah ilmu itu. Karena minimal, saya bilang minimal
ya, mabadi ‘Asyrah atau sepuluh asas keilmuan islam dari suatu cabang ilmu Islam akan
kalian fahami. Beda tentunya kalau kalian ikuti arahan Ulama kenamaan Suriah,
alumni Al Azhar, Ramdhan Sa’ed Al Buthy, “Empat tahun cukup bagi kalian belajar
di Al Azhar, jika diktat beserta catatan kakinya kalian baca dan teliti.” Itu dari
satu sisi, sementara di lain hal, bahan obrolan kalian dengan dedek-dedek atau
kakak-kakak dari berbagai jurusan dijamin ga akan habis, diajak ngomongin
aqidah berkaitan sifat-sifat Tuhan ok, atau tentang penyair-penyair Rasul macam
Hasan bin Tsabit dengan Banat Su’ad yang masyhurnya juga ayo, atau untuk
diajakin ngobrolin hukum nikah bagi jomlo-jomlo di perantauan juga hayuk! Walau
sependek penglihatan saya, banyak dari kalangan mahasiswa Dirasaat sendiri
kurang menyadari hal ini.
Maksudnya, mereka telah
dianugerahi waktu dan kesempatan besar mencicipi banyak rasa keilmuan Islam,
namun karena sejak awal sudah sangat menggemari akidah (misalnya), ia kurang
memperhatikan pelajaran lainnya, sehingga tidak jarang hal ini menjadi batu
sandungan bagi mereka dan merana karena pada akhirnya nilai yang keluar tidak
sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan tak
jarang menjadi sebab dari ke-rasib-an yang berulang tiap tahunnya. Dalam
hal ini saya jadi ingat pesan bapak al marhum, Prof Ing BJ Habibie saat
diwawancarai oleh Najwa Shihab terkait materi yang kurang diminati, intinya
beliau mengatakan bahwa tanggung jawab kita adalah -paling tidak- wajib lulus,
walau dengan nilai seadanya, dan berprestasi di bidang yang diminati.
Ada satu hal lagi yang ingin
saya tulis, walau bagian ini belum begitu saya yakini kegunaannya. Fakultas ini
semenjak beberapa tahun yang lalu telah terakreditasi oleh pemerintah Mesir,
sebuah hal yang tentunya jarang dimiliki oleh fakultas lain. Fakultas Ushuludin,
bahkan saya dengar baru tahun kemarin berbenah karena ingin mencoba mendapatkan
akreditasi. Hal ini memang tidak aneh, mengingat penilaian akreditasi suatu
fakultas akan mencakup banyak hal di antaranya: Kecakapan dosen, administrasi
fakultas, prestasi murid hingga fasilitas. Kalau kecakapan dosen tentunya saya
tidak meragukan, akan tetapi aspek lainnya nampaknya sangat perlu untuk
ditinjau kembali guna diadakan pembenahan.
Buat yang belum ngerti apa itu
akreditasi, akreditasi merupakan salah satu bentuk sistem jaminan mutu
eksternal, yaitu suatu proses
yang digunakan lembaga yang berwenang dalam memberikan pengakuan formal bahwa
suatu institusi mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dengan
demikian, akreditasi melindungi masyarakat dari penipuan oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab. Walau
belum tahu bagaimana kriteria pasti dari kementrian Pendidikan Tinggi dan Riset
Mesir, paling tidak ini menjadi sedikit acuan pelengkap bagi yang memperhatikan
aspek formal seperti ini. Bagi saya, hal seperti ini tidak terlalu diambil
pusing. Menjadi mahasiswa yang hadir tiap hari ke kuliah aja sulit. Untuk apa
memikirkan hal yang memang bukan menjadi
urusan kita kan?
Sampai sini, saya sebenarnya
ingin mengakhiri, tapi biarlah saya bisiki kalian yang sedang atau akan memilih
fakultas ini, jangan pernah khawatir empat tahun kalian akan sia-sia. Berprasangka
baiklah pada Allah Swt bahwa ini adalah jalan terbaik untuk memahami agama-Nya.
Sebagaimana yang kita sama-sama fahami bahwa Islam adalah the way of life, dan
kehidupan terdiri dari unsur-unsur dari etika (akhlak), keyakinan (akidah) dan
serta ibadah dan pergaulan (fikih). Dan kalian akan mendapatkan kesempatan
untuk mempelajari ilmu-ilmu itu untuk diamalkan dalam hidup. Saya kira, cukup
catatan singkat saya tentang fakultas tempat saya menimba ilmu. Tak yakin ada
manfaatnya, tapi tak baik juga jika dipendam kan?
Petunjuk Mahasiswa (Dalil Tholib): http://www.azhar.edu.eg/derasat-cairo/%d8%af%d9%84%d9%8a%d9%84-%d8%a7%d9%84%d8%b7%d8%a7%d9%84%d8%a8